MUI Gelar Rakor, Antisipasi Masuknya Ajaran Sesat
Dewan Pimpinan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kabupaten Ketapang beserta Pimpinan Ormas Islam, OKP Islam,
Pimpinan Pondok Pesantren, dan Tokoh Masyarakat Ketapang menggelar rapat
koordinasi di Sekretariat MUI Ketapang pada Jumat (15/1). Mereka mengeluarkan
pernyataan sikap terkait keberadaan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) maupun
eks Gafatar di Ketapang.
Sekretaris Umum MUI Ketapang, Satuki Huddin, mengatakan, MUI
menilai bahwa inti ajaran yang dibawa Gafatar sama dengan ajaran Al-Qiyadah
Islamiyah. MUI pun menilai organisasi ini patut diduga sesat dan menyesatkan.
Pasalanya ada beberapa keyakinan yang berlawanan dengan syariat Islam. Di
antaranya tidak mengakui Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi dan Rasul terakhir."Bahkan
pembina Gafatar yang bernama Ahmad Musadeq, yang juga pemimpin Al-Qiyadah Islamiyah
telah memproklamirkan diri sebagai Nabi dan Rasul terakhir," kata Satuki.
Selain itu menurutnya, aliran ini juga mengajarkan bahwa salat,
puasa, dan haji tidak wajib dilaksanakan. Salat Jumat berjamaah tidak wajib
dilaksanakan di masjid. "Kalimat syahadat yang diucapkannya berbeda dengan
kalimat syahadat ajaran Islam yang sebenarnya," tegas Satuki.
Pengikut maupun mantan pengikut Gafatar
menyebar di Kalbar, termasuk di Ketapang. Di Ketapang sendiri, beberapa tempat
sudah dihuni. Di antaranya di Desa Sukabaru dan Kelurahan Kauman Kecamatan
Benua Kayong terdapat 23 Kepala Keluarga yang berjumlah 106 jiwa. Di Desa Suka
Maju Kecamatan Muara Pawan terdapat 523 jiwa, dan di Desa Pelang Kecamatan MHS
berjumlah 205 jiwa.
Dalam Rakor ini juga dibahas berkaitan masuknya
ajaran Syiah yang masuk ke Ketapang beberapa waktu lalu. Hasil dari rakor ini
DP MUI Ketapang beserta Pimpinan Ormas Islam, OKP Islam, Pimpinan Pondok
Pesantren dan Tokoh Masyarakat Ketapang sepakat menyampaikan sikap.Ada empat
poin yang disepakati. Pertama, mereka mendesak Pemerintah Kabupaten Ketapang
untuk segera melakukan langkah-langkah konkrit dalam mengidentifikasi dan
menertibkan para pendatang illegal, khususnya kelompok Gafatar di seluruh
wilayah Kabupaten Ketapang.
"Walaupun sebagian mereka mengaku sudah
membubarkan diri dan tidak bergabung lagi dengan oraganisasi Gafatar, namun
gerakan dan segala aktivitasnya harus selalu dipantau dan diwaspadai. Bahkan
untuk kepentingan menjaga situasi Ketapang tetap kondusif, maka sebaiknya
mereka dikembalikan ke daerah asalnya," ujar Satuki.
Kedua, meminta kepada pihak yang berwajib untuk
melakukan pemantauan dan penyelidikan terhadap aktivitas kelompok Syiah dan
ajaran menyimpang lainnya di wilayah Kabupaten Ketapang. Untuk menjaga dan
menghindari terjadinya konflik dengan masyakat setempat, maka pihak yang
berwajib harus bersikap tegas melarang dan menindak terhadap segala aktivitas
mereka yang berhubungan dengan ajaran tersebut.
Ketiga, mengajak para tokoh agama dan tokoh
masyarakat untuk bersama-sama meningkatkan pembinaan kepada umat Islam,
terutama kepada paragenerasi muda, dengan cara memberikan pendidikandan
pengajaran agama yang benar sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Hidupkan kembali aktivitas keagamaan masyarakat melalui kegiatan pengajian di
masjid/musholla, majelis taklim, Taman Pendidikan Al-Qur’an, dan madrasah
diniyah yang adadi wilayahnya masing-masing.
"Selain itu, juga dihimbau kepada para
tokoh agama untuk memberikan pembinaan secara khusus kepada anggota masyarakatyang
sudah terpengaruh dengan ajaran atau paham yang sesat, sehingga mereka kembali
kepada ajaran Islam yang sebenarnya," pintanya.
Keempat, menghimbau kepada warga masyarakat,
jika di lingkungan masyarakatnya ditemukan adanya ajaran, paham, atau
praktik-praktik ibadah yang mencurigakan, atau tidak sesuai dengan ajaran yang
dipahami dan diamalkan oleh masyarakat selama ini, maka diminta untuk tidak
mudah terpengaruh, apalagi mengikutinya.
Jika ingin mengatasi persoalan tersebut,
diminta untuk tidak melakukan tindakan atau main hakim sendiri, apalagi dengan
menggunakan cara-cara kekerasan. Sebaiknya segera dilaporkan kepada pihak yang
berwajib atau kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat. "Sehingga
dengan cara yang seperti ini diharapkan bisamenyelesaikan setiap persoalan
dengan santun, arif dan bijaksana, tanpa harus menimbulkan konflik dan jatuhnya
korban dari pihak manapun," pungkasnya.(Pontianak Post 15/1).